Lingkungan
Angkatan Laut Indonesia dan Nelayan Berkolaborasi: Menerobos Penghalang Laut di Tengah Ombak Tinggi di Tangerang
Ujung dari kolaborasi yang menginspirasi antara Angkatan Laut Indonesia dan nelayan Tangerang, namun tantangan apa yang akan mereka hadapi selanjutnya?

Di Tangerang, kita menyaksikan kemitraan yang kuat antara Tentara Nasional Indonesia Angkatan Laut (TNI AL) dan nelayan lokal, yang telah bekerja sama untuk menghilangkan 13,9 kilometer penghalang laut ilegal. Meskipun menghadapi tantangan seperti hujan lebat dan ombak besar, kolaborasi ini sangat penting untuk mengembalikan akses ke area penangkapan ikan yang krusial. Diperkirakan akan memberikan manfaat kepada sekitar 3,888 nelayan dan meningkatkan ekonomi 16 desa. Ketahanan komunitas kita terlihat saat kita mengatasi rintangan ini, dan dengan berkoordinasi secara efektif dengan TNI AL, kita sedang meletakkan dasar untuk praktik perikanan yang berkelanjutan dan kolaborasi di masa depan. Masih banyak lagi yang perlu diungkap tentang upaya menginspirasi ini dan implikasinya.
Ikhtisar Upaya Pembongkaran
Saat kita melihat upaya pembongkaran bersama yang sedang berlangsung di Tangerang, jelas bahwa TNI AL dan nelayan lokal telah membuat kemajuan signifikan. Bersama-sama, mereka telah berhasil membongkar 13,9 kilometer pagar laut ilegal, dengan fokus pada pemulihan rute perikanan vital.
Terpusat di Tanjung Pasir, Kronjo, dan Mauk, inisiatif ini menunjukkan teknik pembongkaran efektif yang menonjolkan keterlibatan komunitas. Sekitar 450 personel, termasuk anggota TNI AL dan nelayan lokal, bekerja bersama, menggunakan berbagai kapal seperti KAL/Patkamla dan perahu karet untuk mengatasi masalah mendesak ini.
Tantangan yang Dihadapi
Meskipun telah berusaha sebaik mungkin, operasi pembongkaran menghadapi tantangan signifikan yang menghambat kemajuan. Pagar bambu yang luas, dengan beberapa lokasi memiliki hingga tiga lapis, menciptakan keterlambatan yang membuat tim kami frustrasi.
Kondisi cuaca buruk, termasuk hujan lebat dan ombak laut yang kuat, khususnya mempengaruhi upaya kami di Tanjung Kait dan Kronjo, mempersulit proses pembongkaran. Selain itu, struktur bambu tertanam 1,5 hingga 2,5 meter dalam air, membuat penghapusan memakan waktu dan memerlukan peralatan khusus.
Dengan kedalaman air sekitar 1 meter, kapal penarik kami kadang-kadang kandas, yang semakin mempersulit operasi. Koordinasi 750 personel yang terlibat, termasuk TNI AL, nelayan lokal, dan berbagai pemangku kepentingan, terbukti penting namun menantang karena faktor lingkungan dan skala operasi yang besar.
Dampak pada Nelayan Lokal
Pembongkaran pagar laut ilegal menandai perubahan penting bagi nelayan lokal, memberikan akses kembali ke area penangkapan ikan yang selama ini terhalang.
Perubahan ini tidak hanya tentang mengembalikan akses; ini tentang meningkatkan manfaat ekonomi bagi sekitar 3,888 nelayan dan 502 pekerja akuakultur.
Ketika kita mendapatkan kembali area penangkapan ikan kami, kami mengantisipasi peningkatan yang signifikan untuk ekonomi lokal dari 16 desa di 6 kecamatan.
Kami menyatakan kelegaan kami, mengetahui bahwa kolaborasi ini dengan Angkatan Laut Indonesia (TNI AL) menonjolkan kekuatan ketahanan komunitas.
Bersama-sama, kami tidak hanya mengembalikan mata pencaharian kami tapi juga memperkuat ikatan yang menyatukan kami saat kami berupaya menuju masa depan yang berkelanjutan untuk praktik penangkapan ikan kami dan komunitas kami.