Politik
Forum Purnawirawan Perwira TNI Kirim Surat ke DPR Usulkan Penghormatan untuk Gibran, Jimly Asshiddiqie: Kita Harus Menghormati
Dengan usulan tegas untuk pemakzulan, jenderal TNI pensiunan menantang Wakil Presiden Gibran—apa arti semua ini bagi lanskap politik Indonesia?

Dalam langkah mencolok yang menegaskan semakin dalamnya jurang antara elit militer dan pemerintahan saat ini, koalisi yang terdiri dari 241 jenderal TNI pensiunan telah mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Usulan ini, yang diformalkan dalam surat yang ditujukan kepada DPR dan MPR pada 26 Mei 2025, menimbulkan pertanyaan penting tentang akuntabilitas militer dan dampak politik yang mungkin timbul.
Para penandatangan, tokoh-tokoh seperti Fachrul Razi dan Hanafie Asnan, mencerminkan sebuah fraksi penting dari kepemimpinan militer yang menyatakan ketidakpuasan terhadap lanskap politik saat ini. Seruan untuk pemakzulan ini bukan sekadar langkah politik; melainkan juga mencerminkan rasa ketidakpuasan yang nyata di kalangan jenderal pensiunan yang merasa terpinggirkan dalam dinamika kekuasaan yang berubah. Permintaan mereka akan akuntabilitas dari Gibran menunjukkan bahwa mereka memandang adanya ketidaksesuaian antara nilai-nilai militer dan tindakan pemerintahan.
Perasaan tidak mendapatkan tempat ini mendorong mereka untuk mencari jalan konstitusional, menyoroti komitmen mereka terhadap akuntabilitas militer dan prinsip demokrasi, sekaligus menantang pemerintahan saat ini.
Jimly Asshiddiqie, seorang tokoh hukum tata negara yang dihormati, menekankan perlunya mengikuti prosedur yang benar dalam hal ini. Ia menegaskan bahwa proses pemakzulan memerlukan dua pertiga suara di DPR, yang secara signifikan memperumit usulan tersebut. Iklim politik saat ini menunjukkan dominasi kuat dari koalisi KIM, yang menyiratkan bahwa kemungkinan Gibran menghadapi pemakzulan cukup kecil, terutama mengingat hubungannya dengan tokoh-tokoh politik berpengaruh seperti Prabowo Subianto.
Ini menimbulkan pertanyaan lebih jauh tentang pengaruh patronase politik dalam proses legislatif dan sejauh mana elit militer dapat menegaskan kehendaknya dalam sistem yang mungkin resisten terhadap perubahan.
Saat kita menganalisis situasi ini, penting untuk menyadari potensi implikasi dari ketegangan ini. Jika dorongan pensiunan jenderal untuk akuntabilitas dianggap sebagai tantangan yang sah terhadap pemerintahan, hal ini dapat membuka pintu bagi ketidaksetujuan yang lebih luas. Namun, dampak politiknya juga bisa berarti penguatan kendali dari penguasa saat ini, yang berpotensi semakin menjauhkan suara militer dari panggung politik.