Kriminalitas
Konflik Internal di Tanjungpinang: Anggota TNI AL Tewas dalam Bentrokan
Pembunuhan memicu pertanyaan tentang disiplin militer dan kepemimpinan di Tanjungpinang; masalah apa yang lebih dalam tersembunyi dibalik bentrokan tragis ini?

Pada tanggal 23 Februari 2025, Tanjungpinang menyaksikan insiden tragis dimana bentrokan antara personel TNI AL dan TNI AD mengakibatkan kematian Serda Jas Doni Laksono. Kekerasan meletus selama upaya mediasi sengketa, mengekspos masalah serius mengenai disiplin militer dan manajemen konflik. Dampak kejadian tersebut meningkatkan kekhawatiran publik tentang integritas militer dan akuntabilitas kepemimpinan. Penyelidikan yang sedang berlangsung oleh polisi militer menunjukkan bahwa insiden ini mungkin mencerminkan masalah sistemik yang lebih luas. Masih banyak yang perlu diungkap tentang situasi ini.
Ketika kita menggali insiden yang terjadi di Cafe Leko di Tanjungpinang pada tanggal 23 Februari 2025, kita harus menghadapi kenyataan pahit tentang konflik internal dalam jajaran militer Indonesia. Perkelahian yang kejam itu mengakibatkan kematian tragis Serda Jas Doni Laksono, anggota TNI AL, yang menimbulkan pertanyaan serius tentang disiplin militer dan efektivitas strategi penyelesaian konflik dalam angkatan bersenjata.
Laporan awal menunjukkan bahwa Serda Laksono sedang mencoba untuk memediasi sebuah perselisihan ketika ia diserang oleh personel dari TNI AL dan TNI Angkatan Darat (AD). Skenario ini menyoroti kegagalan kritis dalam mekanisme yang dirancang untuk menjaga ketertiban dan disiplin di antara personel militer. Alih-alih menyelesaikan konflik secara konstruktif, situasi tersebut meningkat ke titik di mana seorang tentara kehilangan nyawanya, dan dua lainnya mengalami luka. Satu tentara menderita luka tusukan di bawah ketiak kanan, sementara yang lainnya cedera di tangan kiri.
Insiden semacam ini tidak hanya melemahkan integritas militer kita tetapi juga menjadi risiko bagi keselamatan publik dan kepercayaan terhadap angkatan bersenjata. Polisi militer (Pomal) kini sedang menyelidiki apa yang terjadi, dan kita harus mengakui bahwa ini lebih dari sekedar peristiwa terisolasi. Ini mencerminkan masalah yang lebih dalam mengenai bagaimana konflik dikelola dalam pengaturan militer.
Kemampuan untuk menyelesaikan perselisihan secara damai adalah ciri kepemimpinan dan disiplin yang efektif. Namun, tindakan yang diambil atau tidak diambil oleh para pemimpin militer kita dalam hal ini menimbulkan kekhawatiran tentang komitmen mereka untuk memelihara nilai-nilai tersebut.
Perhatian media terhadap insiden ini telah memicu seruan akan akuntabilitas dan pembentukan standar yang lebih baik di dalam jajaran militer. Sebagai anggota masyarakat yang mendambakan kebebasan, kita harus mendukung militer yang menjunjung tinggi prinsip disiplin dan penyelesaian konflik. Harapannya bukan hanya tindakan punitif tetapi pendekatan komprehensif yang menumbuhkan budaya penghormatan dan dialog konstruktif di antara personel.