Politik
Roy Suryo Ajukan 85 Pertanyaan tentang Ijazah Jokowi: Saya Tidak Akan Menjawab
Menghadapi 85 pertanyaan, keheningan Roy Suryo tentang ijazah Jokowi menimbulkan keheranan—apa yang mungkin dia sembunyikan? Dampaknya bisa jadi sangat luas.

Mengapa Roy Suryo memilih untuk tetap diam saat menjalani pemeriksaan di Polda Metro Jaya? Pertanyaan ini menjadi perhatian banyak orang saat kita menganalisis peristiwa terbaru terkait tuduhan terhadap Presiden Joko Widodo mengenai dugaan ijazah palsu. Selama pemeriksaan, Suryo menghadapi gelombang pertanyaan sebanyak 85 pertanyaan, namun ia memilih untuk hanya menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan identitasnya, sementara sisanya ia anggap tidak relevan. Pilihan ini menimbulkan keheranan, mendorong kita untuk mengeksplorasi motif di balik diamnya dan dampak yang mungkin timbul.
Suryo menunjukkan keraguan terhadap lima pengadu yang melapor, yang menjadi faktor utama dalam keputusannya untuk tidak memberi jawaban. Ia mempertanyakan kedudukan hukum mereka untuk mengajukan laporan terhadap dirinya, menunjukkan bahwa ia menganggap tuduhan tersebut tidak berdasar. Keraguannya ini memperkuat narasi bahwa kasus ini mungkin kurang memiliki kerangka hukum yang kuat untuk diproses secara serius. Dengan memilih diam, Suryo mungkin berusaha memposisikan dirinya sebagai pembela integritas hukum, mengisyaratkan bahwa ia percaya bahwa penyelidikan tersebut kurang memiliki legitimasi yang cukup.
Durasi singkat dari pemeriksaan ini sangat mencerminkan sesuatu. Sangat menarik bahwa sebuah kasus yang melibatkan tuduhan serius ini bisa diselesaikan dalam waktu singkat, terutama setelah diajukan 85 pertanyaan. Penolakan Suryo untuk berinteraksi dengan sebagian besar pertanyaan menunjukkan sebuah strategi yang terencana untuk meminimalkan risiko hukum yang mungkin timbul dari jawabannya. Dengan hanya menjawab pertanyaan terkait identitas, ia tampaknya berusaha melindungi diri dari konsekuensi hukum yang berpotensi muncul dari pernyataannya.
Respon publik terhadap situasi ini pun terbagi. Ada yang melihat diamnya Suryo sebagai sikap berani melawan apa yang mereka anggap sebagai serangan bermotif politik, sementara yang lain berpendapat bahwa hal ini merusak akuntabilitas yang diharapkan dari pejabat publik. Dalam suasana di mana keinginan untuk transparansi sangat terasa, tindakan Suryo mungkin dipandang sebagai tantangan terhadap hak publik untuk mengetahui kebenaran.
Saat kita membahas kejadian ini, kita harus menyadari implikasi yang lebih luas dari sikap Suryo. Penolakannya untuk berkomunikasi secara penuh dengan penyidik menimbulkan pertanyaan tentang keutuhan tuduhan dan motif di baliknya. Ini mengingatkan kita bahwa dalam upaya akuntabilitas, kita harus meneliti tidak hanya tindakan pejabat publik tetapi juga kerangka hukum yang mengatur penyelidikan tersebut.
Pada akhirnya, kita tinggal bertanya apakah diamnya Suryo akan menjadi pemicu untuk penyelidikan lebih lanjut atau sekadar menghilang dalam diskursus politik.