Lingkungan
Agung Sedayu Mengakui Memiliki Bagian dari SHGB di Laut Tangerang: “Kami Membelinya Dari Masyarakat”
Pernyataan Agung Sedayu mengenai kepemilikan SHGB di Tangerang Sea memunculkan pertanyaan tentang dampak lingkungan dan hak masyarakat, simak penjelasannya lebih lanjut.

Agung Sedayu Group telah mengonfirmasi kepemilikan bidang SHGB di Laut Tangerang, menyatakan bahwa tanah-tanah tersebut telah dibeli secara legal dari penduduk setempat. Kami sadar bahwa proses akuisisi ini melibatkan kepatuhan ketat terhadap persyaratan hukum, termasuk penyelesaian pemindahan nama resmi dan pengamanan izin yang diperlukan. Transparansi telah menjadi prioritas, dengan pembayaran pajak mencerminkan komitmen kami pada praktik hukum yang sah. Namun, kekhawatiran komunitas tentang kepemilikan tanah dan dampak lingkungan tetap signifikan. Untuk memahami sepenuhnya implikasi dari akuisisi ini dan dialog berkelanjutan dengan pemangku kepentingan lokal, kami mengundang Anda untuk menjelajahi lebih lanjut detail situasi ini.
Ikhtisar Kepemilikan SHGB
Kepemilikan SHGB, atau Hak Sewa Guna Bangunan, memainkan peran penting dalam sistem pengelolaan tanah di Indonesia, terutama di area pesisir seperti Tangerang.
Signifikansi dari SHGB terletak pada penyediaannya hak atas tanah untuk berbagai pengembangan, memungkinkan entitas seperti Agung Sedayu Group (AGS) untuk mengamankan kepemilikan tanah yang luas.
AGS mengklaim kepemilikan atas 263 lahan SHGB di Desa Kohod, di mana distribusinya mencakup properti yang terdaftar atas nama PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa.
Dengan memperoleh tanah melalui transaksi dengan penduduk lokal dan perpindahan nama resmi selanjutnya, AGS menunjukkan aplikasi praktis dari SHGB.
Proses pendaftaran baru-baru ini, mengikuti kepatuhan hukum, menekankan pentingnya mematuhi peraturan, sehingga memperkuat kepercayaan pada kerangka pengelolaan tanah Indonesia dan meningkatkan hak atas tanah individu.
Prosedur Hukum dan Kepatuhan
Proses di mana Agung Sedayu Group (AGS) memperoleh SHGB-nya di Tangerang menekankan pentingnya mematuhi prosedur hukum dan kepatuhan dalam transaksi tanah.
Kami mengakui bahwa mengikuti kerangka hukum yang telah ditetapkan memastikan hak atas properti dihormati dan dipertahankan.
Elemen kunci dari akuisisi kami meliputi:
- Membeli tanah dari penduduk lokal
- Menyelesaikan transfer nama resmi
- Mendaftarkan di bawah PT Intan Agung Makmur dan PT Cahaya Inti Sentosa
- Mendapatkan izin lokasi yang diperlukan (SK Surat Izin Lokasi/PKKPR)
- Melakukan pembayaran pajak untuk mematuhi regulasi keuangan
Langkah-langkah ini mencerminkan komitmen kami terhadap transparansi dan legalitas.
Konfirmasi dari Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional lebih lanjut memvalidasi bahwa sertifikat SHGB kami dikeluarkan mengikuti prosedur hukum yang berlaku, memperkuat dedikasi kami terhadap praktik hukum yang sah.
Tanggapan Masyarakat dan Pemerintah
Seiring dengan semakin meningkatnya kekhawatiran anggota masyarakat tentang kepemilikan tanah dan dampak lingkungan, kita telah melihat lonjakan partisipasi lokal dan tindakan pemerintah.
Nelayan lokal telah mengambil sikap, secara aktif berpartisipasi dalam pembongkaran penghalang pantai yang tidak sah, menonjolkan pentingnya mobilisasi komunitas dalam perlindungan pantai.
Menanggapi seruan kolektif kita, lebih dari 600 personel dari TNI AL telah dikerahkan untuk menjaga area pesisir dan mengatasi ketakutan kita akan kehilangan tanah.
Penyelidikan pemerintah mengenai legalitas sertifikasi tanah dan konsekuensi lingkungan dari pengembangan pesisir menunjukkan komitmen terhadap transparansi.
Saat kita mendukung kepemilikan yang sah dan praktik berkelanjutan, penting bagi kita untuk terus bersatu demi mata pencaharian kita dan integritas lingkungan pesisir kita.